Standarisasi

Konsumen selalu berada pada posisi yang lemah. Tidak jarang konsumen menjadi korban kecurangan pelaku usaha yang nakal. Faktor utama kelemahan konsumen terletak pada keterbatasan pengetahuan tentang barang yang di tawarkan oleh penjual. Pengetahuan terhadap barang tersebut sepenuhnya didominasi oleh si pelaku usaha.Demi meraih penjualan sebanyak- banyaknya, tidak segan-segan pelaku usaha lebih menonjolkan kebaikan dan menyembunyikan keburukan barang yang dijualnya. ini dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya melalui iklan yang di tayangkan di berbagai media. Hal ini juga berlaku di bidang jasa keuangan. Tidak sedikit konsumen terjebak dalam transaksi jasa yang tidak fair. Misalnya, dalam kasus perikatan pembelian secara angsuran. Perjanjian selalu datang dari pihak penyedia jasa angsuran , yang isi dan prosesnya ditentukan sepihak oleh penyedia jasa angsuran tersebut.yang kemudian sering terjadi, konsumen terjerat oleh beban hutang yang dari waktu ke waktu semakin menumpuk bunganya dan sulit untuk di lunasi. 
Karena berdiri pada posisi yang lemah, konsumen sangat rentan mengalami kerugian dalam berbagai transaksi. Konsumen selaku pasien bisa menjadi malpraktik.Tagihan yang kian membesar dan cara penagihan yang kasar serta sewenang -wenang adalah kenyataan pahit yang sering terjadi pada konsumen sebagai akibat bertransaksi dengan bank dan lembaga pembiayaan Pembeli rumah bisa rugi karena rumah yang ditempatinya ternyata keropos ,bocor, dan sanitasinya buruk. Adanya berbagai resiko yang dihadapi konsumen dalam bertransaksi, telah menempatkan perlindungan konsumen menjadi isu vital. Untuk memberikan perlindungan konsumen, hal yang paling utama adalah edukasi untuk menumbuhkan kesadaran konsumen atas hak-hak mereka Kesadaran ini penting agar konsumen mengetahui pelanggaran yang terjadi dan bisa mengadu pelanggaran tersebut. Di samping proses risiko untuk memahami hak-hak konsumen, cara yang paling melindungi konsumen adalah melalui penerapan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar